Pontianak, 30 Agustus 2025 sinarraya.co.id Pemanggilan Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam penyelidikan kasus proyek infrastruktur di Kabupaten Mempawah, menjadi sorotan hangat di ruang publik dan media sosial. Gelombang komentar yang muncul di dunia maya dinilai sudah melampaui batas kewajaran.
Menanggapi kondisi tersebut, Sujanto SH, Ketua Presidium Forum Wartawan dan LSM Kalbar Indonesia sekaligus praktisi hukum, angkat bicara. Dalam pernyataan resminya kepada sejumlah wartawan, ia mengingatkan bahwa posisi Ria Norsan dalam perkara ini masih sebagai saksi, bukan tersangka.
“Yang harus kita pahami bersama adalah posisi beliau (Ria Norsan) saat ini adalah sebagai saksi. Ini adalah hal yang fundamental dalam hukum. Menjadi saksi belum tentu bersalah. Justru keterangannya dibutuhkan untuk mencari kejelasan atas suatu perkara,” tegas Sujanto.
Namun, ia menyayangkan munculnya berbagai konten digital dan komentar publik yang bersifat premature, bahkan cenderung menghakimi.
“Ada beberapa penggiat di media sosial yang memberikan statemen cenderung melakukan penekanan terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) dan menjustice seolah Ria Norsan bersalah,” ujarnya dengan nada prihatin.
Sujanto menekankan pentingnya menjaga dua prinsip utama dalam penegakan hukum: menghormati proses hukum dan menjunjung asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
Dia menjelaskan bahwa prinsip tersebut dijamin dalam sistem peradilan Indonesia dan menjadi fondasi keadilan hukum.
“Dengan sangat kami menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya penggiat media sosial, untuk hormati proses hukum yang sedang berjalan. Biarkan KPK bekerja secara profesional dan independen. Lebih baik kita mengawal dan mendukung penegakan hukumnya secara fair,” pesannya.
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa vonis-vonis yang dilontarkan di luar pengadilan tidak hanya tidak adil, tetapi juga berpotensi mengganggu jalannya penyidikan.
“Stop menjustice!” serunya berapi-api. “Mari kita jaga marwah penegakan hukum yang berkeadilan. Berikan ruang bagi para penegak hukum untuk bekerja tanpa tekanan. Dan yang terpenting, kita harus yakin bahwa hukum akan menemukan kebenarannya sendiri,” ungkap Sujanto.
Dampak Sosial dan Respons Publik
Seruan Sujanto SH mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, terutama mereka yang fokus pada etika pemberitaan dan perlindungan hak-hak hukum individu. Para pengamat komunikasi publik menilai bahwa edukasi hukum semacam ini penting di tengah derasnya arus informasi digital yang sering kali kabur antara opini dan fakta.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa proses pemberantasan korupsi tidak hanya berlangsung di pengadilan, tetapi juga dalam pengawalan publik yang sehat dan bertanggung jawab.
Pemanggilan Ria Norsan oleh KPK adalah bagian dari upaya mencari kejelasan dalam penegakan hukum, bukan bentuk penetapan kesalahan. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dan tidak terburu-buru menjatuhkan opini yang bisa mencederai prinsip keadilan.
Kematangan masyarakat digital dan integritas penegak hukum akan sangat menentukan arah penegakan hukum di masa depan.(*/buyung)